Arthasastra
Arthashastra (IAST: Arthaśāstra) adalah risalah India Kuno tentang administrasi negara, kebijakan ekonomi dan strategi militer yang konon ditulis oleh Kautilya[1] dan Viṣhṇugupta,[2] yang secara tradisional diidentifikasi sebagai Cāṇakya (c. 350–283 BC),[3] seorang sarjana di Takshashila dan kemudian menjadi perdana menteri Kemaharajaan Maurya.
Identifikasi Kautilya atau Vishnugupta dengan perdana menteri Maurya, Chānakya, akan menentukan masa penulisan Arthaśāstra sekitar abad ke-4 SM.[4] Meski demikian, kesamaan dengan berbagai smrti dan kitab referensi lainnya akan menimbulkan anakronisme sehingga kemungkinan Arthaśāstra ditulis dari abad ke-2 hingga ke-4 M.[5] K.C. Ojha mengemukakan pandangan bahwa penyamaan Vishnugupta dengan Kautilya disebabkan karena kesalahan dalam mengenali editor dan penulisnya sehingga ia berpendapat bahwa sesungguhnya Vishnugupta adalah redaktur karya yang murni ditulis oleh Kautilya.[4] Thomas Burrow berpendapat bahwa Chānakya and Kautilya sesungguhnya adalah dua orang yang berbeda.[6]
Isi
[sunting | sunting sumber]Struktur
[sunting | sunting sumber]Arthashastra terbagi dalam 15 buku, 150 bab, dan 180 bagian topik sebagai berikut:
- Mengenai Latihan, 21 bab, bagian 1-18.
- Kegiatan Kepala Departemen, 36 bab, bagian 19-56.
- Mengenai Para Hakim, 20 bab, bagian 57-75.
- Penghakiman terhadap Penjahat, 13 bab, bagian 76-88.
- Kegiatan Rahasia, 6 bab, bagian 89-95.
- Mandala Raja-raja sebagai Dasar, 2 bab, bagian 96-97.
- Enam Kebijakan Politik, 18 bab, bagian 98-126.
- Mengenai Bencana, 5 bab, bagian 127-134.
- Kegiatan Raja yang Maju Perang, 7 bab, bagian 135-146.
- Mengenai Perang, 6 bab, bagian 147-159.
- Kebijakan terhadap Oligarki, 1 bab, bagian 160-161.
- Mengenai Raja yang Lemah, 5 bab, bagian 162-170.
- Cara-cara Menaklukkan Benteng, 5 bab, bagian 171-176.
- Mengenai Cara-cara Rahasia, 4 bab, bagian 177-179.
- Metode Ilmu, 1 bab, bagian 180.
Diplomasi dan Kebijakan Luar Negeri
[sunting | sunting sumber]Sebagai seorang realis, Kautilya bergagasan bahwa tiap bangsa bertindak untuk meningkatkan kekuasaan dan atas dasar kepentingannya sendiri. Walau memiliki sekutu adalah hal yang baik, suatu aliansi hanya bertahan ketika tiap sekutu memiliki kepentingan yang sama.[7]
Untuk Kautilya, prinsip kebijakan luar negeri yang mengatakan bahwa bangsa bertindak untuk kepentingan politik, ekonomi, dan militer pribadi mereka, adalah kebenaran yang tak lekang oleh waktu. Ia tidak percaya bahwa bangsa bertindak secara altruistik, pun begitu, Kautilya mendukung adanya kegiatan kemanusiaan apabila berjalan seiringan dengan suatu kepentingan pribadi.[7]
Diplomasi hanyalah salah satu senjata yang dipergunakan dalam peperangan. Kautilya berargumen bahwa diplomasi merupakan suatu bentuk tindakan perang yang subtil, suatu rangkaian tindakan yang diambil untuk melemahkan musuh dan mendapat keuntungan bagi diri sendiri, dengan segala pandangan tertuju pada tujuan penaklukkan. Kemudian, karena kebijakan luar negeri adalah suatu perpanjangan dari peperangan bangsa, maka tujuan kebijakan luar negeri bukanlah untuk menghentikan perang, tetapi untuk menangkal kekalahan dan memastikan keberhasilan dalam peperangan.[7]
Perang
[sunting | sunting sumber]Kautilya bergagasan bahwa seharusnya ada suatu "keilmuan" soal perang, yang kiranya menjadi cakupan dari keilmuan yang lebih luas: ilmu politik. Kautilya menulis, "Mengenai perang, terdapat perang terbuka, perang tertutup, dan perang senyap." Perang terbuka sudah jelas, dan perang tertutup merujuk pada perang gerilya, tetapi perang senyap adalah suatu jenis peperangan yang tidak secara umum terbahas oleh cendekiawan lainnya. Perang senyap adalah suatu jenis peperangan dengan kerajaan lain, dimana sang raja dan menterinya (dan tanpa disadari, termasuk juga rakyatnya) menunjukkan secara terbuka bahwa mereka dalam hubungan damai dengan suatu kerajaan lain, tetapi secara bersamaan agen rahasia dan mata-mata membunuh tokoh-tokoh penting di negara tersebut, menciptakan perpecahan antara menteri dan kelas sosial, dan juga menyebarkan propaganda dan misinformasi.[7]
Negara Mana yang Diserang
[sunting | sunting sumber]Dalam pandangan Kautilya, ekspansi oleh negara yang makmur adalah suatu yang tak terhindarkan, alamiah, dan baik. Sehingga, konsekuensinya adalah moral tidak menjadi pertimbangan, pertimbangannya hanya segala kepentingan yang baik untuk kerajaan. Jika seorang raja bisa menang, maka ia harus berperang.[7]
Tiap negara yang berbatasan sudah seharusnya dipandang sebagai musuh. Jika negara termasuk kuat, dianggap "lawan"; jika sedang mengalami musibah, dianggap "lemah"; jika termasuk lemah dan tidak memiliki dukungan, dianggap "patut dimusnahkan". Walaupun suatu negara tidak bisa menyerang tetangganya atau "lawannya" yang kuat, suatu negara bisa mengusiknya diam-diam dan melemahkannya seiring waktu. Apa yang disebut Kautilya sebagai "patut dimusnahkan" adalah musuh yang tidak sama sekali/sedikit memiliki dukungan, musuh yang bagian-bagiannya dapat membelot terhadap pihak yang menyerangnya.[7]
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Mabbett, I. W. (1964). "The Date of the Arthaśāstra". Journal of the American Oriental Society. Journal of the American Oriental Society, Vol. 84, No. 2. 84 (2): 162–169. doi:10.2307/597102. ISSN 0003-0279.
Trautmann, Thomas R. (1971). Kauṭilya and the Arthaśāstra: A Statistical Investigation of the Authorship and Evolution of the Text. Leiden: E.J. Brill. hlm. 10.while in his character as author of an arthaśāstra he is generally referred to by his gotra name, Kauṭilya.
- ^ Mabbett 1964
Trautmann 1971:5 "the very last verse of the work...is the unique instance of the personal name Viṣṇugupta rather than the gotra name Kauṭilya in the Arthaśāstra. - ^ Mabbett 1964 "References to the work in other Sanskrit literature attribute it variously to Viṣṇugupta, Cāṇakya and Kauṭilya. The same individual is meant in each case. The Pańcatantra explicitly identifies Chanakya with Viṣṇugupta."
- ^ a b Mabbett 1964
- ^ Trautmann 1971:"The Ages of the Arthaśāstra", 167–187.
Mabbett 1964 - ^ Trautmann 1971:67 'T. Burrow ("Chānakya and Kautalya", Annals of the Bhandarkar Oriental Research Institute 48–49 1968, p. 17 ff.) has now shown that Chānakya is also a gotra name, which in conjunction with other evidence makes it clear that we are dealing with two distinct persons, the minister Cānakya of legend and Kautilya the compiler of the Arthaśāstra. Furthermore, this throws the balance of evidence in favor of the view that the second name was originally spelt Kautalya and that after the compiler of the Arth. came to be identified with the Mauryan minister it was altered to Kautilya (as it appears in Āryaśūra, Viśākhadatta and Bāna) for the sake of the pun. We may then assume that the later spelling subsequently replaced the earlier in the gotra lists and elsewhere.'
- ^ a b c d e f Boesche, Roger (2003). "Kautilya's Arthasastra on War and Diplomacy in Ancient India". The Journal of Military History. 67 (1): 9–37. doi:10.1353/jmh.2003.0006. ISSN 1543-7795.